Sabtu, 14 November 2015

Analisis puisi Bukan Beta Bijak Berperi Rustam Effendi





Bukan beta bijak berperi
Pandai mengubah madahan syair
Bukan beta budak negeri
Musti menurut undangan mair
Syarat sarat saya mungkiri
Untai rangkaian seloka lama
Beta buang beta singkiri
Sebab laguku menurut sukma
Susah sungguh saya sampaikan
Degup-degupan di dalam kalu
Lemah laun lagu dengungan
Matnya digamat rasain waktu
Sering saya susah sesaat
Sebab madahan tidak nak datang
Sering saya sulit mendekat
Sebab terkurung lukisan memang
Bukan beta bijak berlagu
Dapat melemah bingkaian pantun
Bukan beta berbuat baru
Hanya mendengar bisikan alun








Hasil Analisis Puisi Bukan Beta Bijak Berperi

a. Tipografi
Puisi merupakan bentuk pengucapan atau pengungkapan pikiran / perasaan dengan bahasa yang istimewa. Menggunakan bahasa sesedikit mungkin, tetapi mempunyai arti sebanyak mungkin. Hal inilah yang kiranya telah dicapai oleh Rustam Effendi. Dengan kata – kata yang padat ia mampu menyampaikan maksud pikirannya, yakni tentang kemerdekaan.
Tipografi adalah penyusunan baris dan baitnya. Aspek visual puisi merupakan hal yang penting diantaranya meliputi susunan kata, frase, baris, dan bait. Dalam menulis puisi ini rustam effendi menggunakan jenis tipografi yang teratur .karena penulis memperhatikan sususnan puisinya dan penulisan kata demi kata dibuat wajar seperti puisi kebanyakan. Bisa kita lihat contohnya :
Bukan beta bijak berperi
Pandai mengubah madahan syair
Bukan beta budak negeri
Musti menurut undangan mair
Ini jelas berbeda dengan puisi “ Tragedi Sinka dan Winka yang penyusunanya secara zig zag .

b.Kata dan diksi
Kata dipandang memiliki bunyi dan arti tertentu. Dalam bahasa sehari-hari kata merupakan sesuatu yang otomatis dan familiar. Tapi dalam puisi kata mengalami deotomisasi dan defamiliar,, tidak selalu mudah dipahami.
Diksi dilakukan melalui pemilihan kata bermakna konotasi,
Bukan Beta Bijak Berperi’ ini memaparkan secara singkat mengenai adanya keunikan pada penyimpangan konvensi puisi “Bukan Beta Bijak Berperi” karya Rustam Effendi atas peraturan yang sudah ada. Keunikan itu dapat terlihat dari berbagai hal mulai dari bentuk visual hingga perioditasnya. Adapun keunikan lainnya ialah dalam bentukan puisi baru yang tercipta itu ternyata tidak sepenuhnya terjadi perubahan total, masih ada sedikit kegayutan dengan konvensi yang sudah ada.
Puisi merupakan bentuk pengucapan atau pengungkapan pikiran / perasaan dengan bahasa yang istimewa. Menggunakan bahasa sesedikit mungkin, tetapi mempunyai arti sebanyak mungkin. Hal inilah yang kiranya telah dicapai oleh Rustam Effendi dalam puisinya “Bukan Beta Bijak Berperi”. Dengan kata – kata yang padat ia mampu menyampaikan maksud pikirannya, yakni tentang kemerdekaan.
Rustam effendi melalui puisinya” bukan bet abijak berperi “ meggunakan pilihan kata yang muidah dipahami berbeda dengan pengarang-pengarang sebelumnya yang menggunakan kata-kata yang sukar dipahami oleh orang awam. Disini rustam effendi termasuk dalam angkatan pujangga baru sehingga lebih dinamis .kata katanya pun menggunakan kata –kata pilihan yang sebelumnya tentunya sudah melalui pemilihan kata –kata yang tepat sehinng menghasilkan puisi yang indah. Untaian kata yang indah dapat kita lihat pada bait berikut :
Bukan beta bijak berperi
Pandai mengubah madahan syair
Bukan beta budak negeri
Musti menurut undangan mair
Pada bait ini dapat kita lihat tentang bagaimana penulis mengibaratkan dirinya bukanlah orang hebat yang mampu mengubah konvensi syair yang telah ada. Iapun bukan budak di negeri sendiri yang selalu harus menurut dan tunduk pada segala peraturan orang asing, yang secara langsung maupun tidak telah menjajah negerinya.

c. Bahasa Kiasan dan Bahasa Retorik
Adalah penggantian arti dalam puisi untuk memperoleh efek tertentu:
Dalam puisi ini dapat saya jumpai berbagai bahasa kiasan yang digunakan misalkan untuk menyebut diri penulis , menggunakan istilah (beta) selain itu dapat kita jumpai berbagai majas ( gaya bahasa ) yang digunakan pengarang untuk memperindah puisinya.:
Majas personifikasi
Musti menurut undangan mair
Sebab laguku menurut sukma
Sebab terkurung lukisan memang
Hanya mendengar bisikan alun
Majas metafora
Bukan beta bijak berperi
Bukan beta budak negeri
Beta buang beta singkiri
Sebab laguku menurut sukma
Dapat melemah bingkaian pantun

d. Rima dan Persajakan
Bentuk puisi di atas berupa puisi yang berselang – seling, baik jumlah kata maupun suku katanya. Akan tetapi, jumlah suku kata beserta irama dan pola persajakannya masih mudah mengingatkan kita pada bentuk pantun dan syair, dua bentuk yang justru hendak dibuang dan dihindari oleh penyair.
Penyimpangan konvensi itu nampak pada puisi di atas. Menurut bentuknya, sajak “Bukan Beta Bijak Berperi” itu adalah syair, sebab kelima bait berisi pernyataan yang bersambungan. Namun, sajak dalam puisi itu berpola a b a b, bukan a a a a. Sehingga, pola sajak yang tercipta akhirnya adalah pola sajak pantun. Isi sajak itu berupa pernyataan perasaan pribadi, pernyataan perasaan dan pikiran si aku. Hal seperti ini tidak dikenal dalam puisi Melayu. Akan tetapi, pola – pola bentuk yang teratur, periodisitas sajak Rustam Effendi itu sesungguhnya masih merupakan konvensi sajak Melayu atau tradisi dajak Melayu : tiap baris terdiri atas dua periodus, tiap periodus terdiri atas dua kata.
Dalam sajak itu korespondensi berupa pembaitan, tiap bait terdiri dari 4 baris dan tiap baris terdiri dari dua satuan sintaksis (kelompok kata atau gatra) dari bait pertama sampai bait terakhir. Korespondensi dari awal bait, baris pertama sampai ke akhir bait,baris terakhir : susunannya serupa.
Dalam puisi ini kita juga menjumpai adanmya asonansi dan aliterasi , misalnya :
Bukan beta bijak berperi
Bukan beta budak negeri
Syarat sarat saya mungkiri
Susah sungguh saya sampaikan
Lemah laun lagu dengungan
Sering saya susah sesaat
Sering saya sulit mendekat
Bukan beta bijak berlagu
Bukan beta berbuat baru

e. Imaji
Mungkin citraan yang muncul adalah citraan yang berhubungan dengan
perasaan
Lemah laun lagu dengungan
Sebab laguku menurut sukma
Pendengaran
Lemah laun lagu dengungan
Hanya mendengar bisikan alun

f. Tema dan Amanat
· Tema : menurut saya tema yang diangkat pengarang adalah kemerdekaan dalam berekspresi dan mengeluarkan pendapat tanpa ada aturan yang mengikat .
· Amanat : dalam puisi ini pengarang ingin menyampaikan bahwa kita itu sebagai manusia hendaknaya bersikap merdeka dan berani unutuk mengubah sesuatu, aturan yang mengekang bukanlah halangan tetapi harus merupakan suatu cobaan yang harus dihadapi . pengarang lewat puisinya juga pegen mengemban unsur kebebasan yang hakiki. Dia ingin merubah dunia meskipun banyak rintangan yang menghadang.

g.Makna Puisi
Makna bait ke -1
Ia merasa bahwa ia bukanlah orang hebat yang mampu mengubah konvensi syair yang telah ada. Iapun bukan budak di negeri sendiri yang selalu harus menurut dan tunduk pada segala peraturan orang asing, yang secara langsung maupun tidak telah menjajah negerinya.
Makna bait ke -2
Ia hanya merubah sedikit rangkaian seloka lama dengan sentuhan baru tanpa meninggalkan konvensi yang sudah ada. Ia mencoba memberontak konvensi puisi lama itu dengan menyingkirkan beberapa ketentuan – ketentuan dan menyusun karya baru sesuai kata hati serta keinginannya.
Makna bait ke -3
Terkadang ia merasa kesulitan untuk menyampaikan apa yang ada dalam hati dan pikirannya. Ia hanya bisa menunggu waktu yang tepat.
Makna bait ke -4
Kadang ia merasa susah atau sedih karena kemudahan tidak juga datang. Kadang ia juga kesulitan untuk memberontak karena terikatnya ia dengan peraturan yang tidak jelas faedahnya.
Makna bait ke -5
Ia mengakui bahwa dirinya bukanlah orang yang pandai melagukan pantun. Iapun mengakui bahwa ia sebenarnya tidak membuat sesuatu yang baru, melainkan hanya mendengarkan bisikan dari dirinya sendiri dan orang – orang sekitarnya yang ingin membebaskan diri dari keterbelengguan segala hal (penjajah, konvensi dalam membuat puisi, dsb.).










C. Hasil perbandingan


BUKAN BETA BIJAK BERPERI 

Rustam Effendi

Bukan beta bijak berperi

Pandai mengubah madahan syair

Bukan beta budak negeri

Musti menurut undangan mair

Syarat sarat saya mungkiri

Untai rangkaian seloka lama

Beta buang beta singkiri

Sebab laguku menurut sukma

Susah sungguh saya sampaikan

Degup-degupan di dalam kalu

Lemah laun lagu dengungan

Matnya digamat rasain waktu

Sering saya susah sesaat

Sebab madahan tidak nak datang

Sering saya sulit mendekat

Sebab terkurung lukisan memang

Bukan beta bijak berlagu

Dapat melemah bingkaian pantun

Bukan beta berbuat baru

Hanya mendengar bisikan alun











SAJAK

Sanusi Pane



O, bukanlah dalam kata yang rancak

Kata yang pelik kebagusan sajak

O pujangga buanglah segala kata

Yang kan mempermainkan mata

Dan hanya dibaca sepintas lalu

Karena tak keluar dari sukma



Seperti matahari mencintai bumi

Memberi sinar selama-lamanya

Tidak meminta sesuatu kembali

Harus cintamu senantiasa

MAKALAH ANALISIS PUISI “CINTAMU PADAKU” KARYA HELVY TIANA ROSSA Disusun dalam rangka untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Apresiasi Puisi Indonesia Dosen pembimbing: Nurul Setyorini, M.Pd.



MAKALAH
ANALISIS PUISI “CINTAMU PADAKU” KARYA HELVY TIANA ROSSA
Disusun dalam rangka untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester
Mata Kuliah Apresiasi Puisi Indonesia
Dosen pembimbing: Nurul Setyorini, M.Pd.


Description: logo ump.jpg

Disusun oleh:
Ishmah Lailani Hidayati (132110090)
PBSI 3.C


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO
2014

Cintamu Padaku
Cintamu padaku
Adalah kerinduan waktu
Memeluk bisu di batu-batu
Saat gerimis jatuh

Cintamu padaku
Adalah ketabahan matahari
Tatkala menumbuhkan mawar
Di nadi sunyi

Cintamu padaku
Adalah keindahan purnama
Kala meneteskan cahaya
Pada lara

Cinta tanpa musim itu
Memberi nafas dan sayap
Pada beribu puisi abadi
Tentang kita
: Pernahkah
Kusampaikan padamu?
Cipayung, 28 Januari 2004
A.   Analisis bentuk fisik puisi yang berjudul Cintamu Padaku buah pena Helvy Tiana Rossa
1.     Rima/persajakan
Yaitu persamaan-persamaan bunyi antarKata atau antarbaris. Persamaan bunyi-bunyi vocal disebut asonansi, persamaan bunyi-bunyi konsonan disebut aliterasi.
Persamaan bunyi biasa berada di akhir, tengah, atau di awal kata/baris.
Cintamu Padaku
Cintamu padaku
Adalah kerinduan waktu
Memeluk bisu di batu-batu
Saat gerimis jatuh

Cintamu padaku
Adalah ketabahan matahari
Tatkala menumbuhkan mawar
Di nadi sunyi

Cintamu padaku
Adalah keindahan purnama
Kala meneteskan cahaya
Pada lara

Cinta tanpa musim itu
Memberi nafas dan sayap
Pada beribu puisi abadi
Tentang kita

: Pernahkah
Kusampaikan padamu?

Cipayung, 28 Januari 2004
Persamaan bunyi dapat berupa pengulangan kata/frasa, misal:

Cintamu Padaku
Cintamu padaku
Adalah kerinduan waktu
Memeluk bisu di batu-batu
Saat gerimis jatuh

Cintamu padaku
Adalah ketabahan matahari
Tatkala menumbuhkan mawar
Di nadi sunyi

Cintamu padaku
Adalah keindahan purnama
Kala meneteskan cahaya
Pada lara

Cinta tanpa musim itu
Memberi nafas dan sayap
Pada beribu puisi abadi
Tentang kita

: Pernahkah
Kusampaikan padamu?

Cipayung, 28 Januari 2004















 
2.     Ritma/irama
Adalah alunan naik turun, panjang pendek, atau keras lemah bunyi yang berulang-ulang atau beraturan sehingga membentuk keindahan. Ritma tercipta oleh adanya perimbangan jumlah frasa, kata, atau suku kata antarKalimat.
Cintamu Padaku
Cintamu padaku /
Adalah kerinduan waktu /
Memeluk bisu / di batu-batu
Saat gerimis jatuh

Cintamu padaku /
Adalah ketabahan matahari /
Tatkala menumbuhkan mawar
Di nadi sunyi /

Cintamu padaku /
Adalah keindahan purnama /
Kala / meneteskan cahaya /
Pada lara /

Cinta tanpa musim itu /
Memberi nafas dan sayap
Pada beribu puisi abadi /
Tentang kita /

: Pernahkah
Kusampaikan padamu?

Cipayung, 28 Januari 2004





















3.     Diksi
Merupakan pilihan kata secara cermat dari segi bunyi maupun makna sehingga menjadi wahana ekspresi yang maksimal dan bernilai estetis. Karena tiap kata memiliki nuansa makna yang berbeda, kata-kata yang sudah tepat dalam suatu puisi biasanya sangat sulit diganti dengan kata-kata lain.
Cintamu Padaku
Cintamu padaku
Adalah kerinduan waktu
Memeluk bisu di batu-batu
Saat gerimis jatuh

Cintamu padaku
Adalah ketabahan matahari
Tatkala menumbuhkan mawar
Di nadi sunyi

Cintamu padaku
Adalah keindahan purnama
Kala meneteskan cahaya
Pada lara

Cinta tanpa musim itu
Memberi nafas dan sayap
Pada beribu puisi abadi
Tentang kita

: Pernahkah
Kusampaikan padamu?

Cipayung, 28 Januari 2004
Dari awal sampai akhir puisi tersebut pilihan katanya begitu romantis dan memiliki nilai keindahan. Seperti:
Bait 1
Memeluk bisu di batu-batu (pilihan kata untuk menggambarkan mencintai dalam diam, tak bisa berkata-kata. Seperti batu, benda mati).
Saat gerimis jatuh (gerimis jatuh itu bukan makna sebenarnya, gerimis itu turunnya air dari langit dengan kapasitas tidak terlalu banyak. Kalau jatuh itu biasanya adalah pemerian sifat untuk manusia. Jatuh dari tangga, misalkan).

Bait 2
menumbuhkan mawar
Di nadi sunyi (mawar itu biasanya tumbuh ditanah. Mawar tumbuh di nadi sunyi merupakan pilihan kata yang tepat untuk menggambarkan hati seseorang yang sedang kesepian dan belum pernah merasakan jatuh cinta sebelumnya).

Bait 3
meneteskan cahaya (meneteskan cahaya itu bukan makna sebenarnya, melainkan cahaya dimaknai sebagai harapan. Dan kata menetes itu berarti sama dengan memberikan. Cahaya itu tidak menetes, yang menetes ialah benda-benda dalam bentuk zat cair).
Pada lara (lara berarti rasa sakit/duka).



Bait 4
Memberi nafas dan sayap (nafas merupakan pilihan kata yang tepat untuk menggambarkan kehidupan. Sedangkan sayap, mewakili arti kata harapan yang akan terus terbang ke langit-langit asa).
Pada beribu puisi abadi (beribu puisi abadi adalah pilihan kata untuk menggambarkan segala macam cita-cita/keinginan).
  



















4.     Citraan
      Citraan merupakan kata atau susunan kata-kata yang dapat membangkitkan imaji pembaca tentang gerak, bunyi, warna, dan benda-benda.
Cintamu Padaku
Cintamu padaku
Adalah kerinduan waktu
Memeluk bisu di batu-batu (citraan taktil)
Saat gerimis jatuh (citraan pendengaran dan penglihatan)

Cintamu padaku
Adalah ketabahan matahari (citraan penglihatan)
Tatkala menumbuhkan mawar (citraan penglihatan)
Di nadi sunyi (citraan perasaan/citraan pendengaran)

Cintamu padaku
Adalah keindahan purnama (citraan penglihatan)
Kala meneteskan cahaya (citraan penglihatan/citraan pendengaran)
Pada lara (citraan perasaan)

Cinta tanpa musim itu
Memberi nafas dan sayap
Pada beribu puisi abadi
Tentang kita


: Pernahkah
Kusampaikan padamu?

Cipayung, 28 Januari 2004





















5.     Sarana retorika
      Sarana retorika adalah sekumpulan bentuk atau beberapa macam bentuk yang biasa digunakan penyair dalam cara melahirkan pikiran lewat puisi. Sarana retorika merupakan sarana kepuitisan yang berupa muslihat pikiran.
      Dengan sarana retorika penyair berusaha menarik perhatian, pikiran, hingga pembaca atau pendengar berkontemplasi atas apa yang dikemukakan penyair.
Banyak macam sarana retorika, di antaranya: tautologi (pernyataan berulang), pleonasme (melebih-lebihkan), retorik retisense (penggunaan tanda baca titik-titik untuk mengungkapan perasaan yang tidak terungkapkan), paralelisme (pengungkapan isi kalimat yang maksud tujuannya serupa).
Sedangkan pada puisi diatas sarana retorikanya menggunakan tautology, dapat dilihat pada baris 1 diulang pada baris ke-5, dan baris ke-9.
















6.     Gaya bahasa dan majas (bahasa figuratif)
Gaya bahasa yaitu, ciri atau kekhasan kebahasaan yang digunakan oleh penulis yang mencakup penggunaan struktur kebahasaan, pilihan kata, ungkapan, peribahasa/bidal/pepatah, pemakaian/pembentukkan majas, pemakaian bahasa slank/dialek, dan sebagainya. Pemilihan gaya erat kaitannya dengan kesan/rasa yang akan dibangkitkan oleh penyair.
Majas adalah permainan bahasa untuk memperoleh kesan/rasa tertentu. Majas yang sering digunakan dalam puisi antara lain:
-          Metafora (perbandingan langsung)
-          Simile (persamaan)
-          Personifikasi
-          Hiperbola
-          Sinekdok pars prototo (menyebutkan sebagian untuk seluruh)
-          Sinekdok totem pro parte (penyebutan seluruh untuk sebagian)
-          Ironi (sindiran yang halus. Yang agak kasar disebut sinisme, dan yang sangat kasar disebut sarkasme)
-          Tautology (penggunaan kata-kata senada untuk menyangatkan)
-          Simbolik (penggunaan symbol/lambang untuk menggantikan orang/hal.
-          Repetisi (pengulangan kata-kata yang sama dalam suatu baris kalimat)
-          Paralelisme (pengulangan kata/frasa antarbaris-baris puisi)





Cintamu Padaku
Cintamu padaku
Adalah kerinduan waktu (personifikasi)
Memeluk bisu di batu-batu (hiperbola)
Saat gerimis jatuh (personifikasi)

Cintamu padaku
Adalah ketabahan matahari (personifikasi)
Tatkala menumbuhkan mawar
Di nadi sunyi

Cintamu padaku
Adalah keindahan purnama (metafora)
Kala meneteskan cahaya (personifikasi)
Pada lara

Cinta tanpa musim itu
Memberi nafas dan sayap
Pada beribu puisi abadi (hiperbola)
Tentang kita

: Pernahkah
Kusampaikan padamu?

Cipayung, 28 Januari 2004
7.     Makna tiap baris
Cintamu Padaku
Cintamu padaku
(kasih sayangmu)
Adalah kerinduan waktu
(merindukan tanpa kenal lelah/setiap waktu)
Memeluk bisu di batu-batu
(mencintai dalam diam)
Saat gerimis jatuh
(hingga airmata menetes karena rindu)

Cintamu padaku
(kasih sayangmu)
Adalah ketabahan matahari
(tak pernah menuntut apapun)
Tatkala menumbuhkan mawar
(hingga tumbuh cinta dari hatiku)
Di nadi sunyi
(yang awalnya tak ada cinta)

Cintamu padaku
(kasih sayangmu)
Adalah keindahan purnama
(menerangi saat gelap kehidupanku)

Kala meneteskan cahaya
(memberi harapan)
Pada lara
(saat tiada lagi harapan)

Cinta tanpa musim itu
(cinta tanpa syarat itu)
Memberi nafas dan sayap
(memberi kehidupan dan harapan)
Pada beribu puisi abadi
(pada cita-cita abadi)
Tentang kita

: Pernahkah
Kusampaikan padamu?

Cipayung, 28 Januari 2004