Bukan beta bijak berperi
Pandai mengubah madahan syair
Bukan beta budak negeri
Musti menurut undangan mair
Syarat sarat saya mungkiri
Untai rangkaian seloka lama
Beta buang beta singkiri
Sebab laguku menurut sukma
Susah sungguh saya sampaikan
Degup-degupan di dalam kalu
Lemah laun lagu dengungan
Matnya digamat rasain waktu
Sering saya susah sesaat
Sebab madahan tidak nak datang
Sering saya sulit mendekat
Sebab terkurung lukisan memang
Bukan beta bijak berlagu
Dapat melemah bingkaian pantun
Bukan beta berbuat baru
Hanya mendengar bisikan alun
Hasil Analisis Puisi Bukan Beta Bijak
Berperi
a. Tipografi
Puisi merupakan bentuk pengucapan atau
pengungkapan pikiran / perasaan dengan bahasa yang istimewa. Menggunakan bahasa
sesedikit mungkin, tetapi mempunyai arti sebanyak mungkin. Hal inilah yang
kiranya telah dicapai oleh Rustam Effendi. Dengan kata – kata yang padat ia
mampu menyampaikan maksud pikirannya, yakni tentang kemerdekaan.
Tipografi adalah penyusunan baris dan
baitnya. Aspek visual puisi merupakan hal yang penting diantaranya meliputi
susunan kata, frase, baris, dan bait. Dalam menulis puisi ini rustam effendi
menggunakan jenis tipografi yang teratur .karena penulis memperhatikan sususnan
puisinya dan penulisan kata demi kata dibuat wajar seperti puisi kebanyakan.
Bisa kita lihat contohnya :
Bukan beta bijak berperi
Pandai mengubah madahan syair
Bukan beta budak negeri
Musti menurut undangan mair
Ini jelas berbeda dengan puisi “ Tragedi
Sinka dan Winka yang penyusunanya secara zig zag .
b.Kata dan diksi
Kata dipandang memiliki bunyi dan arti
tertentu. Dalam bahasa sehari-hari kata merupakan sesuatu yang otomatis dan
familiar. Tapi dalam puisi kata mengalami deotomisasi dan defamiliar,, tidak
selalu mudah dipahami.
Diksi dilakukan melalui pemilihan kata
bermakna konotasi,
Bukan Beta Bijak Berperi’ ini memaparkan
secara singkat mengenai adanya keunikan pada penyimpangan konvensi puisi “Bukan
Beta Bijak Berperi” karya Rustam Effendi atas peraturan yang sudah ada.
Keunikan itu dapat terlihat dari berbagai hal mulai dari bentuk visual hingga
perioditasnya. Adapun keunikan lainnya ialah dalam bentukan puisi baru yang
tercipta itu ternyata tidak sepenuhnya terjadi perubahan total, masih ada
sedikit kegayutan dengan konvensi yang sudah ada.
Puisi merupakan bentuk pengucapan atau
pengungkapan pikiran / perasaan dengan bahasa yang istimewa. Menggunakan bahasa
sesedikit mungkin, tetapi mempunyai arti sebanyak mungkin. Hal inilah yang
kiranya telah dicapai oleh Rustam Effendi dalam puisinya “Bukan Beta Bijak
Berperi”. Dengan kata – kata yang padat ia mampu menyampaikan maksud
pikirannya, yakni tentang kemerdekaan.
Rustam effendi melalui puisinya” bukan bet
abijak berperi “ meggunakan pilihan kata yang muidah dipahami berbeda dengan
pengarang-pengarang sebelumnya yang menggunakan kata-kata yang sukar dipahami
oleh orang awam. Disini rustam effendi termasuk dalam angkatan pujangga baru
sehingga lebih dinamis .kata katanya pun menggunakan kata –kata pilihan yang
sebelumnya tentunya sudah melalui pemilihan kata –kata yang tepat sehinng
menghasilkan puisi yang indah. Untaian kata yang indah dapat kita lihat pada
bait berikut :
Bukan beta bijak berperi
Pandai mengubah madahan syair
Bukan beta budak negeri
Musti menurut undangan mair
Pada bait ini dapat kita lihat tentang
bagaimana penulis mengibaratkan dirinya bukanlah orang hebat yang mampu
mengubah konvensi syair yang telah ada. Iapun bukan budak di negeri sendiri
yang selalu harus menurut dan tunduk pada segala peraturan orang asing, yang
secara langsung maupun tidak telah menjajah negerinya.
c. Bahasa Kiasan dan Bahasa Retorik
Adalah penggantian arti dalam puisi untuk
memperoleh efek tertentu:
Dalam puisi ini dapat saya jumpai berbagai
bahasa kiasan yang digunakan misalkan untuk menyebut diri penulis , menggunakan
istilah (beta) selain itu dapat kita jumpai berbagai majas ( gaya bahasa ) yang
digunakan pengarang untuk memperindah puisinya.:
Majas personifikasi
Musti menurut undangan mair
Sebab laguku menurut sukma
Sebab terkurung lukisan memang
Hanya mendengar bisikan alun
Majas metafora
Bukan beta bijak berperi
Bukan beta budak negeri
Beta buang beta singkiri
Sebab laguku menurut sukma
Dapat melemah bingkaian pantun
d. Rima dan Persajakan
Bentuk puisi di atas berupa puisi yang
berselang – seling, baik jumlah kata maupun suku katanya. Akan tetapi, jumlah
suku kata beserta irama dan pola persajakannya masih mudah mengingatkan kita
pada bentuk pantun dan syair, dua bentuk yang justru hendak dibuang dan
dihindari oleh penyair.
Penyimpangan konvensi itu nampak pada puisi
di atas. Menurut bentuknya, sajak “Bukan Beta Bijak Berperi” itu adalah syair,
sebab kelima bait berisi pernyataan yang bersambungan. Namun, sajak dalam puisi
itu berpola a b a b, bukan a a a a. Sehingga, pola sajak yang tercipta akhirnya
adalah pola sajak pantun. Isi sajak itu berupa pernyataan perasaan pribadi,
pernyataan perasaan dan pikiran si aku. Hal seperti ini tidak dikenal dalam
puisi Melayu. Akan tetapi, pola – pola bentuk yang teratur, periodisitas sajak
Rustam Effendi itu sesungguhnya masih merupakan konvensi sajak Melayu atau
tradisi dajak Melayu : tiap baris terdiri atas dua periodus, tiap periodus
terdiri atas dua kata.
Dalam sajak itu korespondensi berupa
pembaitan, tiap bait terdiri dari 4 baris dan tiap baris terdiri dari dua
satuan sintaksis (kelompok kata atau gatra) dari bait pertama sampai bait
terakhir. Korespondensi dari awal bait, baris pertama sampai ke akhir
bait,baris terakhir : susunannya serupa.
Dalam puisi ini kita juga menjumpai adanmya
asonansi dan aliterasi , misalnya :
Bukan beta bijak berperi
Bukan beta budak negeri
Syarat sarat saya mungkiri
Susah sungguh saya sampaikan
Lemah laun lagu dengungan
Sering saya susah sesaat
Sering saya sulit mendekat
Bukan beta bijak berlagu
Bukan beta berbuat baru
e. Imaji
Mungkin citraan yang muncul adalah citraan
yang berhubungan dengan
perasaan
Lemah laun lagu dengungan
Sebab laguku menurut sukma
Pendengaran
Lemah laun lagu dengungan
Hanya mendengar bisikan alun
f. Tema dan Amanat
· Tema : menurut saya tema yang diangkat
pengarang adalah kemerdekaan dalam berekspresi dan mengeluarkan pendapat tanpa
ada aturan yang mengikat .
· Amanat : dalam puisi ini pengarang ingin
menyampaikan bahwa kita itu sebagai manusia hendaknaya bersikap merdeka dan
berani unutuk mengubah sesuatu, aturan yang mengekang bukanlah halangan tetapi
harus merupakan suatu cobaan yang harus dihadapi . pengarang lewat puisinya
juga pegen mengemban unsur kebebasan yang hakiki. Dia ingin merubah dunia
meskipun banyak rintangan yang menghadang.
g.Makna Puisi
Makna bait ke -1
Ia merasa bahwa ia bukanlah orang hebat
yang mampu mengubah konvensi syair yang telah ada. Iapun bukan budak di negeri
sendiri yang selalu harus menurut dan tunduk pada segala peraturan orang asing,
yang secara langsung maupun tidak telah menjajah negerinya.
Makna bait ke -2
Ia hanya merubah sedikit rangkaian seloka
lama dengan sentuhan baru tanpa meninggalkan konvensi yang sudah ada. Ia
mencoba memberontak konvensi puisi lama itu dengan menyingkirkan beberapa
ketentuan – ketentuan dan menyusun karya baru sesuai kata hati serta
keinginannya.
Makna bait ke -3
Terkadang ia merasa kesulitan untuk
menyampaikan apa yang ada dalam hati dan pikirannya. Ia hanya bisa menunggu
waktu yang tepat.
Makna bait ke -4
Kadang ia merasa susah atau sedih karena
kemudahan tidak juga datang. Kadang ia juga kesulitan untuk memberontak karena
terikatnya ia dengan peraturan yang tidak jelas faedahnya.
Makna bait ke -5
Ia mengakui bahwa dirinya bukanlah orang
yang pandai melagukan pantun. Iapun mengakui bahwa ia sebenarnya tidak membuat
sesuatu yang baru, melainkan hanya mendengarkan bisikan dari dirinya sendiri
dan orang – orang sekitarnya yang ingin membebaskan diri dari keterbelengguan
segala hal (penjajah, konvensi dalam membuat puisi,
dsb.).
C. Hasil perbandingan
BUKAN BETA BIJAK BERPERI
Rustam Effendi
Bukan beta bijak berperi
Pandai mengubah madahan syair
Bukan beta budak negeri
Musti menurut undangan mair
Syarat sarat saya mungkiri
Untai rangkaian seloka lama
Beta buang beta singkiri
Sebab laguku menurut sukma
Susah sungguh saya sampaikan
Degup-degupan di dalam kalu
Lemah laun lagu dengungan
Matnya digamat rasain waktu
Sering saya susah sesaat
Sebab madahan tidak nak datang
Sering saya sulit mendekat
Sebab terkurung lukisan memang
Bukan beta bijak berlagu
Dapat melemah bingkaian pantun
Bukan beta berbuat baru
Hanya mendengar bisikan alun
SAJAK
Sanusi Pane
O, bukanlah dalam kata yang rancak
Kata yang pelik kebagusan sajak
O pujangga buanglah segala kata
Yang kan mempermainkan mata
Dan hanya dibaca sepintas lalu
Karena tak keluar dari sukma
Seperti matahari mencintai bumi
Memberi sinar selama-lamanya
Tidak meminta sesuatu kembali
Harus cintamu senantiasa