Analisis sajak mata – mata karya WS Rendra
Makalah
ini disusun dalam rangka memenuhi tugas UTS
Mata
Kuliah Apresiasi Puisi
Dosen
Pembimbing : Nurul Setyo Rini
Disusun
oleh :
Siti Nurrohmah (132110107)
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO
|
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Perkembangan
karya sastra khususnya karya sastra yang berupa puisi memang sangatlah pesat.
Penyair – penyair dari tahun ke tahun menciptakan sebuah karya sastra berupa
puisi untuk mengungkapkan suara hati dan pengalaman si penyair, dengan berbagai
tema yang menarik. Tentunya dari setiap satu judul puisi beserta isinya
mempunyai makna yang berbeda – beda sesuai dengan tema yang di bawakan. Untuk membuat suatu karya sastra puisi kita
perlu mengetahui struktural puisi, agar mendapatkan suatu karya atau karangan
yang indah. Struktural Puisi di bagi menjadi dua yaitu struktur fisik dan
struktur batin. Dan disini Penulis akan menganalisis puisi mengenai struktur
fisik puisi.
Salah satunya penulis menganalisis puisi yang berjudul
sajak mata – mata. Menganalisis suatu karya sastra atau mengkritik karya sastra
(puisi) menurut Culler ( Pradopo, 2011 : 141 ) adalah “ usaha menangkap makna
dalam teks karya sastra di bentuk dari struktur yang bermakna dan di bangun
dari sistem tanda sehingga untuk mengupasnya salah satu caranya yaitu dengan
menganalisis menggunakan teori struktural. Karya sastra itu merupakan struktur
makna atau struktur yang bermakna , Pradopo (Teeuw, 1983 : 61 ) mengungkapkan
bahwa “Analisis struktural ini merupakan
prioritas pertama sebelum yang lain – lain. Mengingat hal ini karya
sastra ( Puisi ) merupakan sistem tanda yang bermakna dengan menggunakan bahasa
sebagai mediumnya.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
1.
Apa saja macam dari
struktur fisik dan strutur batin puisi ?
2.
Bagaimana struktur
fisik yang terkandung dalam puisi sajak mata – mata karya WS Rendra ?
C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
1.
Menjelaskan macam –
macam struktur fisik dan struktur batin puisi.
2.
Untuk mengetahui
makna dan menemukan aspek kepuitisan yang terdapat dalam puisi sajak mata –
mata karya WS Rendra.
3.
Untuk memahami dan
mengetahui penggunaan diksi, tipografi, pengimajian ( citraan ), majas dan kata
konkret dalam puisi sajak mata – mata karya WS Rendra
D. Manfaat
Manfaat dari makalah ini yaitu :
1.
Kita dapat
mengetahui metode struktural puisi
2.
Menambah
pengetahuan tentang struktur fisik puisi yang ada di Sajak mata – mata karya WS
Rendra.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Macam – macam struktur fisik dan struktur batin puisi
1.
Struktur Fisik
a.
Diksi ( Pemilihan
kata )
Diksi merupakan pemilihan kata yang
tepat, padat dan kaya akan nuansa makna dan suasana sehingga mampu
mengembangkan dan mempengaruhi daya imajinasi pembaca (Fajahono. 1990:59).
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu pilihan kata yang tepat
dan selaras (dalam penggunaannya). Fungsi Diksi antara lain yaitu :
1.
Membuat pembaca atau pendengar
mengerti secara benar dan tidak salah paham terhadap apa yang di sampaikan oleh
pembicara atau penulis.
2.
Untuk mencapai target komunikasi
yang efektif.
3.
Melambangkan gagasan yang di
ekspresikan secara verbal.
4.
Membentuk gaya ekspresi gagasan
yang tepat ( sangat resmi, resmi, tidak resmi) sehingga menyenangkan pendengar
atau pembaca.
b.
Pengimajian ( Citraan )
Pengimajian
atau citraan adalah kata atau susuanan kata yang dapat mengungkapkan pengalaman
sensoris seperti penglihatan, pendengaran dan perasaan.
c.
Kata Konkret
Kata konkret adalah kata – kata
yang dapat menyarankan kepada arti yang menyeluruh. Pengkonkritan kata
berhubungan erat dengan pengimajianasian. Pengembangan dan pengkhiasan.
d.
Majas
Majas atau gaya bahasa adalah
pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek –
efek tertentu. Majas juga bisa berarti bahasa indah yang di pergunakan untuk
meningkatkan kesan dengan jalan yang memperkenalkan serta memperbandingkan
suatu benda dengan benda lain atau hal lain yang lebih umum
Majas di kategorikan menjadi
empat kelompok yaitu
1.
Majas perbandingan
Majas perbandingan adalah kata – kata yang berkhias yang menyatakan
perbandingan untuk menyatakan perbandingan untuk meningkatkan kesan dan juga
pengaruhnya terhadap pendengar atau pembaca. Ditinjau dari cara pengambilan
perbandingannya.
Jenis – jenis majas perbandingan yaitu :
1.
Asosiasi atau perumpamaan yaitu
perbandingan terhadapa dua hal yang pada akhirnya berbeda, tetapi sengaja di
anggap sama. Majas ini di tandai oleh penggunaan kata bagai, bagaikan,
seumpama, seperti, dan laksana.
2.
Metafora adalah majas yang
mengungkapkan ungkapan secara langsung berupa perbandingan analogis. Pemakaian
kata atau kelompok kata bukan berarti arti yang sebenarnya. Melainkan sebagai
lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan.
3.
Personifikasi adalah majas yang
membandingkan benda – benda tak bernyawa seolah – olah mempunyai sifat seperti
manusia.
4.
Alegori adalah majas yang
menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran. Alegori juga
merupakan majas perbandingan yang bertautan satu dan yang lainnya dalam
kesatuan yang utuh.
5.
Simbolik adalah majas yang
melukiskan sesuatu dengan mempergunakan benda, binatang atau tumbuhan sebagai
simbol atau lambang.
6.
Metonimia adalah majas yang
mengguanakan ciri atau lebel dari sebuah benda untuk menggantikan benda
tersebut berupa penggunaan nama untuk benda lainyang menjadi merek, ciri khas
atau atribut.
7.
Sinekdok adalah majas yang
menyebutkan bagian untuk menggantikan benda secara keseluruhan atau sebaliknya.
Majas sinekdok dibagi menjadi dua yaitu pras pro toto dan totem pro parte.
8.
Simile adalah majas pengungkapan
dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depn dan penghubung,
seperti, layaknya, bagaikan, “umpama”, “ibarat”, “bak”, “bagai”.
2.
Majas Pertentangan
Majas pertentangan adalah kata –
kata berkias yang menyatakan pertentangan dengan yang di maksudkan sebenarnya
oleh pembicara atau penulis dengan maksud untuk memperberat atau meningkatkan
kesan dan pengaruhnya kepada pembaca atau pendengar. Macam – macam majas
pertentangan yaitu :
1.
Antitesis adalah majas yang
mempergunakan pasangan kata yang berlawanan artinya.
2.
Paradoks adalah majas yang
mengandung pertentangan antara pernyataan dan fakta yang ada.
3.
Hiperbola adalah majas yang
berupa pernyataan berlebihan dari kenyataan dengan maksud memberikan kesan
mendalam atau meminta perhatian.
4.
Litotes adalah majas yang
menyatakan sesuatu dengan cara berlawanan dari kenyataannya dengan mengecilkan
atau menguranginya. Tujuannya adalah merendahkan diri.
3.
Majas Penegasan adalah kata –
kata berkhias yang menyatakan penegasan untuk meningkatkan kesan dan
pengaruhnya terhadap pendengar atau pembaca. Majas penegasan terdiri atas tujuh
macam yaitu :
1.
Pleonasme adalah majas yang
mengguankan kata – kata secara berlebihan dengan maksud menegaskan arti kata.
2.
Repetisi adalah majas perulangan
kata – kata sebagai penegas.
3.
Paralelisme adalah majas
perulangan yang biasanya da di dalam puisi.
4.
Tautologi adalah majas penegasan
dengan mengulang beberapa kali sebuah kata dalam sebuah kalimat dengan maksud
menegaskan. Kadang pengulangan itu mengguanakan kata bersinonim.
5.
Klimaks adalah majas yang
menyatakan beberapa hal secara berturut – turut dan makin lama makin meningkat.
6.
Anti klimaks adalah majas yang
menyatakan beberapa hal secara berturut – turut yang semakin lama semakin
menurun.
7.
Retorik adalah majas yang berupa
kalimat tanya namun tidak memerlukan jawaban. Tujuannya memberikan penegasan,
sindiran atau menggugah.
4.
Majas Sindiran adalah kata – kata
berkhias yang menyatakan sindiran untuk meningkatkan kesan dan pengaruhnya
terhadap pendengar atau pembaca. Majas sindiran terbagi menjadi :
1.
Ironi adalah majas yang
menyatakan hal – hal yang bertentangan dengan maksud untuk menyindir seseorang.
2.
Sinisme adalah majas yang
menyatakan sindiran secara langsung kepada orang lain.
3.
Sarkasme adalah majas sindiran
yang paling kasar. Majas ini biasanya di ucapkan oleh seseorang yang sedang
marah.
e.
Tipografi
Tipografi
adalah ukiran bentuk yaitu susuanan baris – baris atau bait – bait suatu puisi
yang termasuk kedalam tipografi ialah penggunaan huruf – huruf untuk menuliskan
kata – kata suatu puisi.
f.
Verifikasi ( Rima, Ritme, Metrum
)
Rima adalah pengulangan bunyi
dalam puisi , kemudian Ritme adalah pengulangan bunyi, kata, frase dan kalimat,
sedangkan Rwtrum adalah pengulangan tekanan kata yang tetap dalam puisi.
2.
Struktur batin
Jenis – jenis struktur batin
puisi yaitu :
a.
Tema
Tema merupakan
gagasan pokok yang di kemukakan oleh sang penyair.
b.
Perasaan ( Feeling ) suasana
perasaan sang penyair yang diekspresikan dan harus di hayati oleh pembaca.
c.
Nada adalah sikap penyair
terhadap pembaca.
d.
Suasana adalah keadaan jiwa
pembaca setelah setelah membaca puisi.
e.
Amanat ( pesan ) hal yang
mendorong penyair untuk menciptakan puisinya.
.
B.
Analisis struktur fisik puisi
Sajak Mata – Mata karya WS Rendra.
Sajak Mata - Mata
Pengarang : WS Rendra
Ada
suara bising di bawah tanah
Ada
ucapan – ucapan kacau di bawah rumah – rumah
Ada
tangis tak menentu di tengah sawah
Dan,
lho ini di belakang saya ada tentara marah – marah .
Apa
saja yang terjadi ? Aku tidak tahu.
Aku
melihat kilatan – kilatan api berkobar.
Aku melihat isyarat – isyarat.
Semua tidak jelas maknanya.
Raut wajah yang sengsara, tak
bisa bicara
Mengganggu pemandangan ku.
Apa saja yang terjadi ? aku tidak
tahu.
Pendengaran dan penglihatan
Menyesakkan perasaan.
Membuat keresahan
Ini terjadi karena apa – apa yang
terjadi
Terjadi tanpa ku tahu telah
terjadi.
Aku tak tahu, kamu tak tahu
Tak ada yang tahu.
Betapa kita akan tahu,
Kalau koran – koran di tekan
resor,
Dan mimbar – mimbar yang bebas
telah di kontrol.
Koran – koran adalah penelusuran
mata kita.
Kini sudah di ganti mata yang
resmi.
Kita tidak lagi melihat kenyataan
yang beragam.
Kita hanya diberi gamabaran model
keadaan
Kita hanya diberi model keadaan
Mata rakyat sudah di cabut.
Rakyat meraba – raba di dalam
kasak – kusuk
Mata pemerintah juga di ancam
bencana
Mata pemerintah memakai kaca mata
hitam.
Terasering di belakang meja
kekuasaan
Mata pemerintah yang sejati
Sudah di ganti mata – mata
Barisan mata – mata mahal
biayanya
Banyak makannya
Sukar di aturnya
sedangkan laporannya
Mirip pandangan mata kuda kereta
Yang di batasi tudung mata
Dalam pandangan yang kabur,
Semua orang marah – marah.
Rakyat marah, pemerintah marah,
Semua marah lantaran tidak punya
mata.
Semua mata sudah di sabotir.
Mata yang bebas beredar hanyalah
mata – mata.
1.
Diksi
Pilihan kata sangat menentukan nilai keindahan dalam
sebuah karya sastra (puisi), sehingga pemilihan kata dalam puisi begitu
penting, menurut Berfied (Pradopo, 2010 : 54) menyatakan “bahwa bila kata –
kata yang di pilih menimbulkan imajinasi genetik, maka hasilnya diksi puitis” .
Selain itu diksi tidak saja hanya menyampaikan gagasan, tetapi juga dituntut
untuk mampu menggambarkan imajinasi penyair, dan yang tidak kalah penting dapat
memberi pemahaman pembaca tentang maksud penyair dalam puisinya. Seperti yang
di contohkan dalam puisi “Sajak mata – mata” karya WS Rendra . Pilihan kata
yang di gunakan dalam puisi “sajak mata – mata” karya WS Rendra mengandung kata
– kata yang sederhana namun sulit sekali di tebak makna dari kata – kata
tersebut . penyair membawakan sebuah puisi dengan menggunakan kata perulangan. yang
terdapat dalam cuplikan berikut :
Ada
suara bising di bawah tanah Ada
ucapan – ucapan kacau di bawah rumah – rumah
Ada tangis tak menentu di tengah sawah Dan,
lho ini di belakang saya ada tentara marah
– marah .
Apa
saja yang terjadi ? Aku tidak tahu.
Aku
melihat kilatan – kilatan api
berkobar.
Aku melihat isyarat
– isyarat. Semua
tidak jelas maknanya. Raut
wajah yang sengsara, tak bisa bicara
Mengganggu pemandangan ku.
Apa saja yang terjadi ? aku tidak
tahu.
Pendengaran dan penglihatan
Menyesakkan perasaan.
Membuat keresahan
Ini terjadi karena apa – apa yang terjadi
Terjadi tanpa ku tahu telah
terjadi.
Aku tak tahu, kamu tak tahu
Tak ada yang tahu.
Betapa kita akan tahu,
Kalau koran – koran di tekan resor,
Dan mimbar – mimbar yang bebas telah di kontrol.
Koran
– koran adalah penelusuran mata kita.
Kini sudah di ganti mata yang
resmi.
Kita tidak lagi melihat kenyataan yang
beragam.
Kita hanya diberi gamabaran model
keadaan
Kita hanya diberi model keadaan
Mata rakyat sudah di cabut.
Rakyat meraba
– raba di dalam kasak – kusuk
Mata pemerintah
juga di ancam bencana
Mata pemerintah memakai kaca mata hitam.
Terasering di belakang meja kekuasaan
Mata pemerintah yang sejati
Sudah di ganti mata
– mata
Barisan mata
– mata mahal biayanya
Banyak makannya
Sukar di aturnya
sedangkan
laporannya
Mirip
pandangan mata kuda kereta
Yang di batasi tudung mata
Dalam pandangan yang
kabur,
Semua orang marah –
marah.
Rakyat marah, pemerintah marah,
Semua marah lantaran tidak punya
mata.
Semua mata sudah di sabotir.
Mata yang bebas beredar hanyalah mata – mata.
Kata
yang bergaris miring di atas merupakan pilihan kata yang di bawakan oleh
penyair, penyair menulis puisi dengan banyak menggunakan kata perulangan misalnya saja kata ulanng dwi lingga atau
kata ulang penuh atau kata ulang utuh
yaitu dalam kata marah – marah, mata – mata, koran – koran, mimbar – mimbar,
apa – apa, isyarat – isyarat, kilatan –
kilatan, ucapan – ucapan dan rumah – rumah. Selanjutnya ada juga kata ulang
dwi lingga salin swara (berubah bunyi) yang terdapat pada kata kasak – kusuk
, kasak – kusuk berarti mempengaruhi orang lain secara sembunyi – sembunyi
( tidak terang-terangan )dengan tujuan tertentu. Bahasanya di sampaikan secara
berbisik – bisik. Pada bait pertama, kedua dan ketiga puisi tersebut tampak
penyair menggunakan kata – kata yang sebenarnya dengan bahasa yang sebenarnya.
Sehingga pembaca langsung bisa menangkap makna tersebut. Selanjutnya pada bait
ke empat, bait ke lima dan bait ke enam, penyair sudah menggunakan gaya perumpamaan.
Ini jelas terlihat ketika penulis seolah – olah menceritakan bahwa kita hanya
mampu melihat dan mengetahui kejadian atau keadaan – keadaan yang terjadi di
dalam pemerintahan dengan membaca koran – koran yang sudah di kontrol. Mata –
mata umpamanya melihat atau membaca koran.
2.
Pengimajian ( Citraan
)
Pengimajian yang di pakai oleh pengarang sajak mata –
mata adalah menggunakan :
a.
Citraan penglihatan
Pada bait ke dua :
“Aku melihat kilatan – kilatan api berkobar.”
“Aku melihat isyarat
– isyarat.”
“Raut wajah yang sengsara, tak bisa bicara”
“Mengganggu pemandangan ku.”
Pada bait ke enam :
“Dalam pandangan yang kabur,”
“Semua orang marah – marah.”
“Rakyat marah,
pemerintah marah,”
“Semua marah
lantaran tidak punya mata.”
“Semua mata sudah di sabotir.”
“Mata yang bebas beredar hanyalah mata – mata.”
b.
Citraan pendengaran
Pada bait pertama
“Ada suara bising di bawah tanah .” ( seolah – olah penulis mendengar
suara bising di bawah tanah.
“Ada ucapan – ucapan kacau di
bawah rumah – rumah” ( seolah – olah
penyair mendengar ada ucapan – ucapan di bawah rumah.)
“Ada tangis tak menentu di tengah sawah” (seolah – olah penyair mendengar
tangis di tengah persawahan. )
“Dan, lho ini di belakang saya ada tentara marah – marah.” ( seolah – olah juga penyair mendengar tentara
marah – marah )
c.
Citraan Perasaan
Pada
bait ke tiga
“Menyesakkan
perasaan.” ( penyair merasa sesak di
hati )
“Membuat keresahan” ( penyair merasa resah )
3.
Kata Konkret
Kata konkret yang terdapat dalam puisi sajak mata –
mata yang terdapat dalam puisi tersebut adalah
“Sedangkan laporannya
Mirip pandangan mata kuda kereta”
Penyair menggunakan kata mata kuda kereta untuk mengkhiaskan laporannya.
“Mata pemerintah
memakai kaca mata hitam.
Terasering di belakang meja kekuasaan” penyair menggunakan menghiaskan
mata pemerintah dengan memakai kaca mata hitam, mungkin yang penyair maksud
adalah pemerintah hanya memandang buruk atau melihat dengan tak sebenarnya,
kemudian penyair juga menghiaskan kata terasering di belakang meja kekuasaan.
4.
Majas atau gaya
bahasa
Majas
atau gaya bahasa yang terdapat dalam puisi sajak mata – mata adalah menggunakan
majas :
a.
Majas Repetisi
terdapat pada bait ke satu, dua ,tiga, empat, lima dan enam.
Pada bait ke satu yaitu :
“Ada suara bising di bawah tanah.
Ada ucapan – ucapan kacau di bawah rumah – rumah.
Ada tangis tak menentu di tengah sawah” pengulangan kata “ada” pada
cuplikan di atas untuk menegaskan bahwa memang ada suatu kejadian yang terjadi
pada puisi tersebut.
Pada bait kedua yaitu :
“Aku melihat kilatan – kilatan api berkobar. Aku melihat isyarat – isyarat.” Pengulangan kata “aku”
dalam cuplikan tersebut adalah untuk menegaskan bahwa aku benar – benar melihat
sesuatu.”
Pada bait keempat
puisi tersebut :
“Kita tidak lagi
melihat kenyataan yang beragam.
Kita hanya diberi gambaran model keadaan
Kita hanya diberi model keadaan” pengulangan kata “kita” dalam puisi
tersebut untuk menegaskan kennyataan yang beragam.
Pada bait kelima puisi tersebut yaitu
“Mata pemerintah juga
di ancam bencana
Mata pemerintah memakai kaca mata hitam.” Perulangan kata “mata
pemerintah” adalah majas repetisi untuk menegaskan bahwa pemerintah juga
terancam.
Pada bait ke enam
puisi tersebut yaitu:
“Semua marah lantaran
tidak punya mata.
Semua mata sudah di sabotir.” Pengulangan kata “semua” adalah untuk
menegaskan bahwa semua marah karena tidak mempunyai mata.
5. Rima , Ritma dan Retrum
Rima yang di gunakan dalam
puisi sajak mata – mata adalah menggunakan
a. Rima terus (a, a, a, a)
Ada suara bising di bawah tanah
Ada ucapan –
ucapan kacau di bawah rumah – rumah Ada
tangis tak menentu di tengah sawah
Dan, lho ini di
belakang saya ada tentara marah – marah
Barisan mata – mata
mahal biayanya
Banyak makannya Sukar
di aturnya
sedangkan laporannya
b. Rima Pasang (a,a,b,b)
Pendengaran dan penglihatan
Menyesakkan perasaan, membuat keresahan
Ini terjadi karena apa – apa yang terjadi
Terjadi tanpa ku tahu telah terjadi.
6. Tipografi
Tipografi yang terdapat
dalam puisi sajak mata – mata adalah menggunakan
Huruf besar semua pada setiap awal kalimat tanpa
menggunakan tanda baca.contohnya saja pada bait pertama sajak mata – mata dan
pada bait – bait seterusnya sampai akhir.
“Ada suara bising di bawah
tanah
Ada ucapan – ucapan kacau di bawah rumah – rumah Ada
tangis tak menentu di tengah sawah
Dan
lho ini di belakang saya ada tentara marah – marah”
Daftar
Pustaka
Keraf, Gorys.2009. Diksi dan Gaya bahasa. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama
Pradopo, Rachmat Djoko.2009.Pengkajian Puisi. Yogyakarta : Gajah
Mada Universiti Press.
Sayuti, Suminto A. 2008.
Berkenalan dengan Puisi. Yogyakarta: Gama Media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar