Sabtu, 14 November 2015

ANALISIS PUISI “AIR MATA” Oleh : Rustam Effendi



ANALISIS PUISI
“AIR MATA”
Oleh : Rustam Effendi
Makalah ini disusun dalam rangka untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah Apresiasi Puisi
Dosen Pembimbing: Ibu Nurul Setyorini, M.Pd.





Disusun oleh   :

Nama           : Ismin Asmiarti
NIM                        : 132110086
Kelas           : 3 C



PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO
2014-2015
“Air Mata”
Oleh : Rustam Effendi

Banyak kenalan kaum kerabat,
kawan bergurau bersuka-suka,
tetapi dimasa berhati sebat,
kemanakah tempat mengatakan luka?

Ibu dan ayah sanak selingkar,
tempat mengadu mencurah susah,
tetapi mereka semata mendengar,
mengertipun tidak perkataan Gundah

Tidak seorang membujuk,
jikalau kita diremas duka.
Karena ta’ seorangpun dapat mengajuk,
dalam lautan rasaian kita.
Hanyalah air mata diwaktu bersunyi,
yang dapat mencucurkan obat nurani.







Analisis Puisi :
Secara sepintas, puisi diatas menggambarkan sosok penulis yang sedang menghadapi kesedihan hati. Diksi yang digunakan penulis merupakan diksi yang tidak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti kata “sebat”, “sanak selingkar”, “mengajuk”, “bersunyi” dan “rasaian” yang membuat pembaca sulit untuk memahami maksud dari puisi tersebut. Namun, kali ini saya akan mencoba menganalisis makna dari puisi diatas. Mengupas struktur fisik yang terkandung dalam puisi Air Mata karya Rustam Effendi ini.
1.      Diksi
Diksi yang digunakan penulis adalah kata-kata yang bernada sedih seperti terdapat pada baris yang berbunyi “ketika tidak ada seorangpun yang mengerti kegundahan hati penulis”. Diksi tentang kesedihan itu terdapat pada kata “luka”, “susah”, “gundah”, “diremas duka”, “bersunyi”, dan “air mata”. Sebagian kata tersebut tidak digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti kata “bersunyi”.

2.      Pengimajian
Dalam hal pengimajian, penulis menggunakan beberapa imaji yakni : Penglihatan yang pada puisi diatas berbunyi “kawan bergurau bersuka-suka” disini penulis melihat bahwa teman-temannya bersenang-senang. Kemudian menggunakan imaji perasaan terdapat pada baris tiga dan empat yakni “tetapi dimasa hati berhati sebat, kemanakah tempat mengatakan luka?” baris ini mempunyai makna ketika hati penulis merasa sedih, kemanakah penulis harus mencurahkan kesedihannya? Ini menunjukkan perasaan penulis yang sedang sedih. Kemudian pada bait ketiga baris lima dan enam, penulis juga menunjukan adanya imaji perasaan yang menggambarkan kesedihan hatinya yakni “hanyalah air mata diwaktu bersunyi, yang dapat mencucurkan obat nurani” baris ini mempunyai makna bahwa hanyalah air mata yang menemani penulis ketika hatinya merasa sedih/sunyi, dan hanya air mata itulah yang dapat mengobati kesedihan hati penulis.






3.      Kata Konkret
Pada puisi Air Mata karya Rustam Effendi ini memiliki kata konkret yakni pada baris kedua bait pertama yang berbunyi “kawan bergurau bersuka-suka” pada baris ini dapat kita lihat adanya indera penglihatan yakni penulis melihat teman-temannya sedang berbahagia dan yang memunculkan imaji perasaan yakni pada kata bersuka-suka/bersenang-senang. Pada puisi karay Rustam Effendi ini tidak memiliki kata kiasan ataupun lambang karena pada baris tiap baitnya memiliki makna yang jelas.

4.      Tipografi
Bentuk pada puisi yang berjudul Air Mata karya Rustam Effendi ini adalah tepi kiri yang pada tiap barisnya tidak dimulai dengan huruf  kapital dan diakhiri dengan tanda titik, koma dan tanda tanya. Seperti pada bait pertama baris pertama diakhiri dengan tanda koma (,) bait pertama baris keempat diakhiri dengan tanda tanya (?) dan pada bait ketiga baris terakhir diakhiri dengan tanda titik (.)

5.      Gaya Bahasa
Gaya bahasa atau majas yang digunakan Rustam Effendi dalam puisinya yang berjudul Air Mata ini adalah majas pertautan alusio yakni pada baris yang berbunyi “ karena ta’ seorangpun dapat mengajuk, dalam lautan rasaian kita” pada baris ini kata mengajuk memiliki arti ‘menduga’. Makna dari keseluruhan baris pada bait ketiga baris ketiga dan empat ini adalah tidak ada yang tahu sedalam apa kesedihan yang dialami penulis. Berkaitan dengan peribahasa “dalamnya laut siapa yang tahu?”.

1 komentar: